Sabtu, 19 Juli 2014

Mengungkapkan Rasa

Jadi orang yang terlalu pendiem itu nggak baik. apalagi saking diemnya itu sampe jaim dan stay cool sampe-sampe orang lain itu bingung dan nggak tau sama sekali yang sedang kita pikirkan ato rasakan. Tapi jadi orang yang terlalu ekspresionis itu juga nggak baik, karena bakal menuntun kita menuju jalan kelabilan yang juga sering ngebuat orang lain bingung dengan emosi ato perilaku yang kita sampaikan secara sengaja atopun nggak sengaja.

Disini gue akan berbicara KEPADA dan SEBAGAI orang introvert yang dilengkapi dengan fitur jaim, stay cool dan sebagainya. Well guys, ternyata spesies macem kita ini sering ngebuat orang lain kikuk dan bingung sama kita. Karena apapun yang kita rasa kita atau tepatnya gue rasain itu cuman gue lampiasin dengan diem. Itu bagus sih tapi dalam catataaaaan, saat suasana emang udah bener-bener panas dan udah nggak nemu titik tengah dari permasalahan.
‘Dari pada nyerocos ngeluapin rasa panjang lebar plus pake tinggi tapi nggak di dengar, yaa mending diem. Karena percuma aja, toh dia ego nya lagi tinggi, nggak bakal mau dengerin apapun alasan gue.’
itu yang selalu ada dalam pikiran gue saat gue lagi menghadapi suatu situasi dengan kepala yang penuh dengan amarah dan kekesalan. Itu kausa prima atau alasan awal kali gue nyadar kalo gue jadi orang pendiem. Itu awalnya ya, dan gue selalu tanemin itu saat gue lagi dimarahin orang tua ato lagi ada masalah sama temen gue. dari yang awalnya cuman saat marah, lama kelamaan sipat yang begitu itu ketanam dalam alam bawah sadar gue dan tiba-tiba aja gue nyadar kalo gue ternyata nggak cuman ‘memendam rasa’ saat marah doang. Saat gue seneng, saat gue bener-bener bahagia dan ngerasa thankful  dan sayaaang banget sama seseorang, dominannya selalu gue pendem dan gue cuman memunculkan perilaku ‘sewajarnya’ ala gue.


Tapiii kebanyakan orang yang deket sama gue terutama orang tua gue, malah memaknai itu dengan arti yang sebaliknya. Mereka mengartikan reaksi gue itu dengan reaksi yang nggak seneng dengan benda/hal/berita itu. dan itu ngebuat hubungan gue sama orang lain yang deket sama gue itu jadi kaku, kikuk, mencekam, dan dingin, meskipun itu sama orang tua gue sendiri terutama bapak gue yang emang orangnya sama-sama stay cool gitu dehhh.

well guys, baru-baru ini gue menyadari satu hal yang penting bangetttttt. Bahwa orang-orang berspesies macem kita ini nggak seharusnya berbuat kayak gitu. Orang lain mana bisa tau kalo kita sayang, cintah dan feel blessed banget atas kehadiran mereka kalo kita nggak tunjukin dalam aksi yang nyata(hasssiiikk bahasanya). Emang sih, orang-orang macem kita ini dari luar biasanya dianggep orang yang misterius dan menantang untuk didalami (halllaaah ngomong opo), tapiii ini penting juga buat kita ngungkapin perasaan kita sama orang lain.
Yaa boleh lah, sekali-kali kalo bilang sayang seperti “emak sayaang” ato manggil “ bapakku tersayang” ato sekedar bilang I love you mom, dad atau bisa juga bilang makasih dengan intonasi yang unyu dan bisa mewakilkan rasa terima kasih kita pada mereka. Ataauuu kalo emang masih gengsi juga buat bilang makasih saat bapak atau emak melakukan sesuatu yang menyenangkan hati kita, bisa tuh sekali-kali langsung “Cuppp…” langsung aja sosor pipi keriput mereka. Tanpa bilang sepatah katapun, mereka akan langsung tau kalo kita bener-bener senang dengan apa yang mereka lakukan.
Biasanya itu yang pada awal-awalnya gue lakuin saat bapak gue pulang kerja tiba-tiba bawain bebek goreng kesukaan gue. “Cuppp” sambil cengar-cengir gengsi terus gue paksain bibir gue buat ngomong makasih pak… yaa meski awalnya itu rasanya nggak menyenangkan dan terpaksa bangettt, tapi memulai hal positif meski dipaksakan itu malah dianjurkan kok guys.
Dan gue yakin dalam hatinya, dulu bapak gue ngakak hebat saat untuk pertama kalinya gue cium dan bilang makasih atas apa yang dia lakukan. Setelah sekian lama kita cuman saling diem dan kaku (kecuali kalo ada pertandingan moto GP, tinju, film kungfu, dan hal-hal yang berbau laki lainnya, kita baru bisa agak cair dan ngobrol bebas).
Hal itu nggak cuman berlaku sama orang tua, tapi juga sama sahabat atau paling enggak ‘temen beneran’ lah ya. Yaa nggak mungkin ujug-ujug kita (cewe) bilang “hey mel (missal namanya amel), gue sayang sama lo, makasih udah jadi temen gue” terus tiba-tiba kecup kening kayak yang dilakuin ke orang tua. bisa-bisa kita dikira lesbian. Kalo sama temen ya nggak gitu ya guys. Yaa bisalah kode-kode dikit kalo sama temen mah. Misalnya kayak bilang, “ihh, gue seneng deh punya temen kayak lo” atau bisa juga “lo itu emang bener-bener temen gue yang jempolan deh!” disela-sela obrolan kalian.

Intinya sih, mau kayak gimana pun sifat kita, mau introvert kek, ekstrovert kek, mengungkapkan perasaan itu sangat penting. Pennnntiiiinggg…
Hal positif macem itu harus dibiasakan meski pada awalnya emang terasa berat dan gengsi banget. Hehe, semangat yang mau berubahh!!! Yang belum mau berubah, cobain deh… pasti unyu banget rasanya. Hahaha



Cerpen - Us

Dear My Trusted Friend

Suara seksi J’Mraz masih memeka di gendang telingaku. Namun begitu masih bisa ku dengar detak lemah jarum jam yang masih saja setia mematung pada dinding yang dingin. Tiba-tiba daftar putar beralih dan mengalunkan suara mantap dawai gitar. Tanpa berpikirpun otakku langsung dapat mengenali lagu ini. Lucky, yang menceritakan kisah LDR sepasang kekasih yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri. Entah mengapa tiba-tiba otakku mengasosiakannya dengan kita. Kita? Ya, sebuah kata dengan empat alphabet dan dua buah suku kata yang begitu menggirangkan hatiku. Tapi entah mengapa pula, sejenak kemudian kegiranganku itu terporak porandakan.
Kita? Sebuah kata yang lebih jelasnya disebut aku dan dirimu. Kita? Yang juga mengindikasikan terjadinya jalinan diantara kita. Dalam konteks tali kasih? Pantaskah kita disebut ‘kita’? sedangkan kita sama sekali tidak pernah bersama dalam artian tatap muka tanpa rasa canggung dan kaku semenjak hari itu. Hari dimana kudengar pernyataan mengejutkan sekaligus menggembirakan darimu. Hari dimana sejak saat itu secara otomatis mengikat kita sebagai sepasang manusia yang orang sering menyebutnya sepasang kekasih. Ada apa denganmu? Mengapa segala hal yang terjadi setelah hari itu sangat berbeda dengan hal-hal yang telah kita lewati sebelum hari itu, sebagai seorang teman—yang sangat baik.
Apa kau benar-benar tidak menikmati keadaan kita sekarang ini? apa kau tidak merasa nyaman bersamaku? Apa ada sesuatu yang kurang dariku? ‘Dariku? Ya… dariku!!!’ tiba-tiba saja suara misterius bergumam dari dalam dadaku. Ya, tentu saja banyak yang kurang dariku. Jika dibandingkan dengan gadis yang kau sukai sebelumnya, tentu saja aku jauh lebih rendah darinya.  Jauuuhhh sekali, jika diibaratkan sebagai jarak dalam materi, tentu saja itu akan sangat jauh hingga menggapainya pun aku tak akan sanggup. Tidak akan. Karena akupun begitu berbeda dengannya. Bisa dibilang sifat maupun segala yang kumiliki sangat bertolak belakang dengannya. Dia, orang yang menggebu-gebu dan ekspresionis sedangkan aku, aku hanyalah aku. Sekumpulan organ yang berperangai kaku, kasar dan ‘sok cool’.  Jika hanya orang seperti dialah yang dapat membahagiakanmu, tentu saja kau tahu apa yang akan terjadi. Ataukah ini yang sedang terjadi padamu?
Kau akan merasa tidak bahagia denganku.

Jika hal itu memang benar, tentu saja aku akan membiarkanmu pergi dan sedapat mungkin membantumu untuk mendapatkan hal yang memang pantas untuk jiwa polos nan unik sepertimu. ‘Membiarkan aku pergi? Apa kau tak keberatan dengan itu? Apa itu berarti kau tidak menyukaiku sungguh?’ mungkin secarik kalimat itu yang akan menggeliat keluar dari otakmu. Dan jika itu benar terjadi, maka inilah jawabku untukmu: Menyukaimu? Tentu saja aku tidak sebatas itu. Tapi aku menyayangimu. Dan sekali lagi ingin kuberitahu kau bahwa jika seseorang menyayangi orang lain, orang itu akan melakukan berbagai macam hal untuk membahagiakan orang yang disayanginya tersebut. meski dengan derai kedukaan, dan rasa yang begitu sakit. Ya, rasa sakit. Rasa sakit yang amat sangat. Tapi rasa sakit itu akan lebih dan semakin menyayat jika harus melihat orang yang disayanginya itu hidup tanpa rasa bahagia. Meskipun harus pergi meninggalkannya, itu akan terasa lebih menenangkan ketimbang hidup bersama orang itu tapi tanpa sedikitpun dia merasa bahagia. Tidak percaya? Kau menyanksikannya? Percayalah, ini terbukti padaku. Dan kau pun akan merasakannya saat kau benar-benar menyayangi seseorang.
Kau ingin berkata bahwa cinta itu gila? Bahwa dunia semakin gila? Katakanlah… itu kenyataannya.

Aku memejamkan kedua mataku. Sejenak kudapati sosokmu yang tersipu-sipu dengan guratan indah membingkai wajahmu. Itu kau, ya, itu adalah kau. Kau sebelum kita menjadi seperti ini. kau yang dulu lebih sering menjahiliku. Kau yang dulu sering membuatku naik pitamku karena kelakuan jahilmu. Kamu… ya, kamu…
Kebahagiaanmu yang kuinginkan lebih dari apapun, senyummu yang kudambakan lebih dari siapapun. Senyum yang belakangan ini tak lagi ku dapati dalam wajah sendumu…
…Udah…


Dikasih Judul Apa Ya...

Bagi gue, manusia sempurna itu nggak ada. Tapi di dunia ini selalu ada yang namanya ‘lebih baik’. Gue bilang kesempurnaan itu nggak ada karena nilai kesempurnaan bagi satu orang ke orang lain itu relative. Satu orang dengan yang lainnya tentu aja punya kepribadian yang unik alias beda.
Orang yang egois, biasanya dipandang oleh sebagian orang sebagai orang yang menyebalkan dan buruk. Tapi bagi sebagian orang lainnya—seperti gue—orang yang egois itu lebih baik dari pada orang yang penurut. Karena apa? Karena gue sendiri adalah orang yang penurut dan tipe pengikut. Biasanya orang dengan keegoisan tinggi itu adalah tipe pemimpin yang pengennya selalu diikuti dan selalu jadi pusat perhatian.
Tipe pengikut jika dihadapkan dengan tipe pengikut juga, kemungkinan besar akan bingung kemana mereka berdua akan pergi. Bahkan dalam menentukan tujuan selalu ada kata atau setidaknya pemikiran abstrak ‘terserah lo aja’ yang biasanya karena rasa nggak enak. Nggak enak sok ngatur, nggak enak ntar dikirain sok tau dan sok kuasa. Dan akhirnya, mereka berdua nggak bergerak ke mana-mana. Tapi jika kedua tipe itu disandingkan, tidak menutup kemungkinan juga akan ada salah satu yang akan mengambil alih kemudi dan akhirnya dia yang akan selangkah lebih maju menjadi pemimpin.
Jika tipe pemimpin yang biasanya punya tingkat keegoisan lebih ekstra dan dihadapkan dengan yang sejenisnya, pasti akan selalu berantem. Meskipun tidak menutup kemungkinan mereka ada salah satu yang akan mengalah. Tapi biasanya jika dua orang dengan tipe ini disandingkan, akan lebih banyak konflik yang terjadi. Gue ambil contoh kasus temen gue. Dia punya pacar dengan tipe cerewet,
keras kepala, dan selalu ingin menyita perhatian atau dengan kata lain bisa disebut tipe pemimpin. Sedangkan temen gue itu juga bertipe sama. Psssttt, jangan bilang-bilang ya, mereka itu dua-dua nya sangat egois kalau sama pasangannya.
So, bisa diprediksi sendiri gimana keseharian mereka saat bersama. Meskipun seru karena mereka selalu punya bahan pembicaraan, tapi cekcok nggak pernah pergi dari mereka.

So, bagaimana jika tipe pemimpin (yang cerewet, selalu mau diperhatikan, superior, jadi leader dan pengen selalu diperhatikan egonya) disandingkan dengan tipe pengikut (yang penurut, manut, selalu mendengarkan, dan cenderung punya ego yang rendah). Yaps, mereka akan hidup harmonis dan bahagia selama-lamanya. Enggak deh, hidup bahagia selama-lamanya itu cuman ada di dongen anak kecil. Tentu aja akan ada konflik diantara mereka. Bisa karena si pemimpin yang sedang ada di titik jenuhnya selalu memimpin dan merasa mate nya itu nggak punya inisiatif untuk memulai sesuatu tanpa dirinya, atau bisa juga karena si pengikut kecapekan nurutin ego si tipe pemimpin yang terlampau besar. Well, disadari atau enggak setiap individu itu punya alter ego yang pastinya akan muncul juga suatu saat. Orang yang penurut suatu saat pasti akan berontak juga. Dan begitupun dengan si keras kepala, suatu saat dia juga akan bisa menjadi orang yang toleran.
So seperti yang gue katakan, nggak ada yang sempurna. Dan setiap individu baik dengan tipe pemimpin maupun pengikut, semuanya baik bagi gue. Dan masing-masing dari mereka punya perannya masing-masing.

Hehe, ini sih pendapat gue pribadi yang nggak jauh2 dari kata absurd…